Your Ad Here

Menyoal Kehadiran CSR di sekitar kita

tulisan kedua
B.  Bagaimana Kita Mengukur Keberhasilan INCO mengimplentasikan CSR ?

Setelah kita melihat pentingnya CSR bagi perusahaan sebagai jembatan untuk mendapatkan licence to operate baik dari masyarakat dan juga pemerintah, bahkan juga ada yg mengatakan bahwa CSR bisa berfungsi sebagai strategi risk management perusahaan. Kini alangkah bijaknya kita juga mengakui betapa pentingnya CSR bagi masyarakat bahkan pemerintah setempat. Namun mampukah kita mengukur sejauh apa keberhasilan CSR itu ?
Dari pertanyaan diatas tentunya menimbulkan perdebatan yang cukup serius, mulai dari perdebatan teoritis yang melibatkan konsep mana yang akan diadopsi sampai debat kusir di masyarakat majemuk yang tidak mensoalkan konsep sama sekali hanya melihat fakta lapangan dengan kasat mata seputar kontribusi perusahaan bagi mereka.
Tentunya masyarakat tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya dalam persoalan ini. Yang punya tanggung jawab besar dalam kasus ini adalah korporasi. Saya sangat sepakat dengan David Henderson yang mengemukakan kritiknya dalam Misquided Virtue. Pakar ekonom ini mengatakan bahwa “ CSR yang telah dipraktekkan dan di sebarluaskan tanpa defenisi, kriteria bahkan kerangka berpikir yang jelas “. Akibatnya CSR tumbuh tanpa dasar yang jelas, bisa diinterpretasikan secara kontekstual, kehilangan daya ukur dan alat ukur yang universal.

Menyoal Kehadiran CSR di Sekitar Kita


tulisan pertama

Mungkin anda sepakat dgn saya jika mengatakan bahwa ; pada era orde baru, perusahan besar asing yang bergerak di bidang pertambangan dapat melakukan aktifitas penambangan dan produksinya dengan nyaman tanpa harus merasa was-was akan adanya gangguan-ganguan yang berarti. Berarti yang saya maksud adalah mampu mempengaruhi proses produksi mereka. Alasannya sedeharna saja, kebebasan berpendapat di rezim otoriter kala itu begitu terkekang, hingga ide dan paham-paham tertentu sulit untuk tumbuh subur di masanya. Contoh ketika ada pendapat atau gerakan di sekitar area pertambangan di masa itu yang sangat erat hubungannya dengan kepentingan lingkungan sosial dan masyarakat sekitar area konsesi tambang yang notabene terkena dampak langsung dari hadirnya perusahaan pertambangan tersebut namun sangat bertentangan dengan kepentingan perusahaan, tentulah sangat mudah dipadamkan/ditekan dengan bantuan rezim kala itu yang tentunya dengan segala resources yang dimilikinya termasuk militer. Tapi tentunya kini semua berubah di era reformasi. Praktek-praktek pengekangan pendapat seperti itu tidak dapat lagi dilakukan begitu saja di era ini.

INCO kembali di demo

PT Inco kembali didemo. Masalahnya, masih seputar penerimaan karyawan. Padahal, persoalan ini sebelumnya telah dibahas. Ada apa di balik aksi demo yang tak kunjung berakhir itu?
Aksi demonstrasi itu kembali terjadi Kamis (28/10) kemarin. Aksi yang digelar Kerukunan Warga Asli Sorowako (KWAS) dan Forum Komunikasi Pemuda Asli Sorowako (FKPAS) terhadap manajemen PT Inco itu malah berakhir ricuh.
Bentrokan itu bermula, ketika kelompok demonstran yang melakukan aksi sweeping dan pencegatan sejak pukul 06.00 WITA, guna menghalangi seluruh karyawan PT Inco yang berdomisili di Sorowako dan sekitarnya yang akan memasuki tempat kerja. Akibatnya, ribuan karyawan memilih tidak masuk kerja karena khawatir dicegat para demonstran.
Pada saat melakukan sweeping itulah, sekira pukul 07.30 WITA, salah seorang guru yang mengajar di SD YPS bernama Noval (38), dicegat dan dipukuli demonstran saat melintas di Bumi perkemahan Sawerigading, Pontada. Noval tidak menerima perlakuan kasar itu. Korban lalu melaporkan kejadian itu kepada adiknya. Tak lama berselang, puluhan keluarga Noval mendatangi lokasi demonstrasi. Bisa ditebak, aksi berujung pada perkelahian antara kedua kubu. Bahkan, aksi saling lempar juga mewarnai bentrokan itu.
Aparat keamanan dari Polres Luwu Timur, yang sejak semula diturunkan untuk mengawal demonstrasi dari KWAS dan FKPAS ini terpaksa membubarkan paksa aksi saling lempar kedua kubu.
Kapolres Lutim, AKBP Richard Naingolan, kemudian berinisiatif menggagas pertemuan guna mendamaikan kedua kubu yang bertikai.
Kabupaten Luwu Timur merupakan Kabupaten baru sebagai pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara. Secara definitif Kabupaten Luwu Timur berdiri pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2003 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 3 Maret 2003. Di usianya yang terbilang masih belia, Luwu Timur yang berjuluk Bumi Batara Guru ini mengalami kemajuan yang sangat pesat di segala bidang. Capaian pertumbuhan ekonomi secara nasional dalam skala mikro dan makro, menunjukkan bahwa geliat pembangunan telah mendorong pertumbuhan ekonomi secara sinergis dan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Prioritas pembangunan yang mengarah pada sektor pendidikan, kesehatan, pertanian dalam arti luas dan infrastruktur menunjukkan bahwa komitmen pemerintah Kabupaten Luwu Timur dalam percepatan dan pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip adil dan merata.